TIMES BANJARNEGARA, BANJARNEGARA – Kita Institute sebuah lembaga non pemerintah yang berbasis di Wonosobo menggelar pertemuan multistakeholder forum solidaritas di ruang rapat Setda Banjarnegara, Selasa (20/5/2025).
Pertemuan kolaborasi antara Kita Institute, Pemkab Banjarnegara dan PT Geodipa Energi bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik di wilayah geotermal.
Pertemuan juga dihadiri perwakilan dari empat desa di kawasan sumber geotermal yakni Desa Karangtengah, Kepakisan, Dieng Kulon dan Desa Bakal Kecamatan Batur.
Dalam pertemuan tersebut terungkap terjadi kebuntuan pemahaman informasi baik dari masyarakat maupun PT Geodipa Energi yang menyebabkan terjadi gesekan di masyarakat.
Seperti lambannya penanganan pengaduan masyarakat. Kemudian terjadi aksi protes warga Kepakisan akibat suara bising saat uji coba sumur gas.
Joni asal Kepakisan Kecamatan Batur menyampaikan harapannya pihak PT Geodipa melakukan pendekatan intens kepada masyarakat dan jika ada kegiatan besar hendaknya dikordinasikan warga jauh hari sebelumnya. Sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Seperti saat mengadakan tes sumur di Kepakisan. Ratusan warga setempat memprotes karena kegiatan proyek tersebut menimbulkan keresahan akibat suara bising.
Sementara Novi Febriani, Kadus 1 Desa Karangtengah menyampaikan pertemuan ini sangat baik, karena masyarakat dapat menyampaikan aspirasinya dan bisa langsung ke PT Geodipa.
Masalah yang terjadi saat ini kata dia, penyelesaian aduan dan sosialisasi masyarakat masih kurang. "Seperti kemarin, di Kepakisan, sosialisasi terlalu mepet dengan pelaksanaan sehingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat," ujarnya
Ahmad Riyan Suryansyah Viar Manajer PT Geodipa Energi saat ditanya wartawan terkait pertemuan ini menjelaskan bahwa kegiatan ini bagian dari sinergi masyarakat, pemerintah dan pihaknya pelaku usaha (PT Geodipa) BUMN yang hadir di Batur, Dieng (Banjarnegara), dalam rangka penguatan sinergi komunikasi untuk program program sosial kemasyarakatan bagi masyarakat yang berdekatan dengan operasi PLTP Panas Bumi Geotermal di Dieng.
Saat ditanya terkait tudingan masyarakat Geodipa kurang dekat dengan masyarakat, Riyan membantahnya.
Terkait keluhan, tergantung dari sudut pandang, Kalau ga dekat, kami berdekatan dengan masyarakat, komunikasi rutin dengan pemangku daerah setempat, mulai dari Kasus, RT, RW dan desa, sampai ke Forkopinca.
"Saya kira komunikasi kita bagus, program program kita juga bagus, pertemuan pun rutin. Hanya mungkin tadi, ada keluhan masyarakat yang tidak sesuai ekspektasi," jelasnya.
Diakuinya, terkadang ada aduan yang tidak bisa diselesaikan dengan cepat. Karena ada kendala teknis yang memang harus kami tangani terlebih dahulu supaya semuanya aman, tidak ada resiko, buat masyarakat atau lahan pertanian di sekitarnya.
"Jadi kalau dibilang tidak dekat, ga mungkin tidak dekat mas, kami beroperasi sudah 23 tahun," imbuhnya.
Terpisah Astin Meiningsih, koordinator program solidaritas Kita Institut menyampaikan jika hasil pertemuan, bagus karena ada keterbukaan dari PT Geodipa untuk bersama - sama masyarakat membicarakan apa yang belum klier komunikasinya.
Kemudian terkait aduan, kata dia PT Geodipa sebetulnya sudah memiliki kanal aduan dalam berbagai versi, contohnya ada Hallo Dieng Hotline.
"Rupanya masyarakat masih ada gep pengetahuan, tentang mengaksesnya atau kadang - kadang mereka males menggunakan online karena tidak bisa mewakili apa yang mereka mau," jelasnya.
Oleh karena itu ia mendampingi empat desa di kawasan sumber geotermal yakni Desa Karangtengah, Kepakisan, Dieng Kulon dan Desa Bakal Kecamatan Batur untuk menjembatani akses informasi berkelanjutan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kita Institute Gelar Pertemuan Multistakeholder Forum Solidaritas di Banjarnegara
Pewarta | : Muchlas Hamidi |
Editor | : Deasy Mayasari |