TIMES BANJARNEGARA, JAKARTA – Jagat maya Indonesia digemparkan dengan beredarnya foto-foto pernikahan sesama jenis menggunakan busana adat Jawa.
Unggahan yang viral sejak Senin (7/7/2025) ini memicu beragam respons publik, mulai dari cibiran keras hingga diskusi soal hukum dan norma sosial.
Foto tersebut pertama kali diunggah oleh Chiko Jeffrey Ingham, pria asal Jember yang kini menetap di Australia.
Dalam potret itu, Chiko tampak mengenakan beskap hitam berhias payet emas lengkap dengan kain batik dan blangkon khas Jawa. Pasangannya, Wiran merupakan Warga Negara Indonesia asal Lombok yang juga tinggal di Australia, tampil serupa dalam balutan busana adat yang sama.
Tak hanya berdua, dalam beberapa foto juga tampak putri Chiko yang ikut bergaya di depan kamera. Chiko sendiri diketahui telah memiliki seorang anak perempuan dari hubungan sebelumnya.
Dalam keterangan fotonya, Chiko menegaskan bahwa mereka tak memerlukan restu warganet atas pernikahan tersebut.
“Yang penting keluarga kami sudah merestui,” tulis Chiko di akun media sosialnya. Ia juga kerap membagikan momen kebersamaan dengan Wiran di akun pribadinya.
Namun sikap terbuka Chiko soal hubungannya justru memantik kontroversi. Berbagai komentar bernada tajam bermunculan di lini masa.
Salah seorang netizen menuliskan, “Pergi lu dari Indonesia, kami menerima perbedaan tapi bukan penyimpangan!!” Sementara lainnya berujar, “Mas, banyak cewek single lo mas, kenapa sih harus sama cowok? Kamu ganteng lagi...”
Sebagian warganet juga mengingatkan agar urusan pribadi tak diumbar ke publik. “Kalau gak mau jadi konsumsi publik, simpan untuk diri dan keluarga saja. Ini bukan salah netizen, tapi kamu sendiri yang mengumbarnya,” tulis akun lain.
Islam Tegaskan LGBT Haram
Fenomena pernikahan sesama jenis tentu berbenturan dengan ajaran agama mayoritas di Indonesia. Dalam Islam, orientasi homoseksual termasuk dalam kategori penyimpangan yang bertentangan dengan fitrah manusia. Hal ini ditegaskan dalam banyak ayat Al-Qur’an, salah satunya kisah Nabi Luth yang mengingatkan kaumnya dari perilaku homoseksual.
Allah SWT berfirman dalam QS Al-A’raf ayat 80-81:
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ (80) إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ (81)
“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kamu? Sesungguhnya kamu mendatangi laki-laki untuk melampiaskan nafsumu, bukan kepada perempuan. Bahkan kamu adalah kaum yang melampaui batas.’”
Rasulullah ﷺ juga bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud:
وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
“Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan seperti kaum Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya.”
Mayoritas ulama fikih sepakat bahwa praktik homoseksual tergolong dosa besar. Meski demikian, sebagian mazhab menyerahkan bentuk hukumannya kepada ulil amri melalui mekanisme ta’zir — yakni hukuman yang disesuaikan dengan maslahat dan kondisi sosial.
Akademisi pun turut mengingatkan pentingnya menyalurkan naluri seksual secara benar melalui pernikahan sah antara laki-laki dan perempuan.
“Islam mengajarkan naluri itu fitrah, tapi harus diarahkan lewat akad nikah agar menjaga kehormatan dan keturunan,” kata Muhadir Ma’had Aly Al-Tarmasi Pacitan, Tri Purwanto, ditemui usai mengajar mahasantri, Kamis (10/7/2025).
Dimensi HAM: Dilindungi tapi Bukan Dilegalkan
Di sisi lain, jika dilihat dari kacamata Hak Asasi Manusia (HAM) modern, setiap individu - termasuk LGBT - tetap memiliki hak-hak dasar yang tak boleh dilanggar, seperti hak hidup, bebas dari penyiksaan, serta diperlakukan sama di depan hukum.
Mantan Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, dalam berbagai kesempatan menyampaikan bahwa negara wajib memberi perlindungan bagi semua warga negara, termasuk kelompok minoritas seperti LGBT. Namun perlindungan ini lebih pada pemenuhan hak dasar, bukan melegalkan orientasi seksual.
“Negara menjamin hak-hak dasar warga seperti pelayanan kesehatan, bukan berarti melegalkan sesuatu yang secara norma mayoritas tidak diterima,” ujarnya.
Sejak 2011, Dewan HAM PBB juga mengeluarkan resolusi yang meminta negara anggota melindungi kelompok LGBT dari diskriminasi dan kekerasan. Akan tetapi, tidak ada kewajiban bagi semua negara untuk mengakui pernikahan sejenis.
Hukum Positif Indonesia Masih Terbatas
Sementara dalam konteks hukum positif Indonesia, belum ada pasal yang secara eksplisit melarang hubungan sesama jenis antara orang dewasa yang sama-sama suka. Pasal 292 KUHP hanya mengatur tentang larangan perbuatan cabul sesama jenis jika melibatkan anak di bawah umur.
Upaya memperluas ketentuan ini sempat muncul dalam beberapa rancangan revisi KUHP, namun belum resmi berlaku. Di sisi lain, UU Pornografi dapat digunakan untuk menindak pihak yang menyebarkan atau mempertontonkan adegan vulgar menyimpang di ruang publik atau media daring.
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Dr. Andi Hamzah, pernah mengatakan pendekatan hukum terhadap LGBT di Indonesia lebih banyak diserahkan pada norma sosial.
“Negara sering absen, kecuali jika menyangkut perlindungan anak. Selebihnya penanganan lebih sering melalui razia ketertiban oleh Satpol PP atau polisi, bukan pemidanaan murni,” ungkapnya.
Pentingnya Pendidikan Agama dan Rehabilitasi Sosial
Di luar aspek hukum, banyak pihak menekankan pentingnya pendidikan agama dan moral sejak dini untuk mencegah penyimpangan orientasi seksual.
Gary Ramafedi dari University of Minnesota dalam risetnya menemukan bahwa peluang seorang anak menjadi homoseksual sangat kecil jika sedari awal mendapatkan bimbingan moral dan agama yang kuat.
Organisasi dakwah dan lembaga sosial keagamaan di Indonesia pun telah membuka layanan konseling bagi mereka yang ingin kembali ke orientasi heteroseksual. Metodenya beragam, mulai dari terapi spiritual, pelatihan kontrol diri, hingga pendekatan psikososial.
Ustaz Abdul Hadi juga menegaskan bahwa keluarga memegang peran penting. “Kasus LGBT dapat dicegah kalau orang tua dekat dengan anak, mengarahkan sejak kecil tentang adab bergaul dan pentingnya menikah dengan lawan jenis,” ujarnya.
Menjaga Nilai Keimanan dan Kemanusiaan
Fenomena LGBT ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi bertentangan dengan ajaran agama mayoritas dan berpotensi menimbulkan persoalan sosial, di sisi lain hak-hak dasar mereka sebagai manusia tetap wajib dihormati.
Solusi menyeluruh menjadi penting: hukum harus tegas jika ada pelanggaran (terutama terkait anak), sementara edukasi moral dan agama diperkuat sejak dini, ditambah membuka ruang konseling bagi mereka yang ingin kembali pada fitrah.
Dengan pendekatan semacam ini, masyarakat diharapkan tetap menjunjung tinggi nilai keimanan tanpa melupakan sisi kemanusiaan, sehingga tidak muncul tindakan main hakim sendiri atau diskriminasi berlebihan yang justru memicu masalah baru. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Viral Pernikahan Sesama Jenis Pakai Adat Jawa, Ini Respons Netizen dan Pandangan Agama
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |